Rabu, 21 Januari 2009

Rakyat Gaza masih Butuh Doa

Gencatan senjata antara Israel-Palestina akhirnya terwujud pada Senin (19/1). Ironisnya, gencatan ini terjadi tepat satu hari sebelum pelantikan Presiden terpilih AS, Barrack Obama. Beragam spekulasi pun muncul, gencatan itu tentu memiliki motif dan agenda terselubung yang masih tersembunyi. Komitmen Obama tentang perubahan pun, menjadi taruhan. Di satu sisi manuver-manuver Israel di kemudian hari, masih akan mengancam.

Terlepas dari itu semua, bekas luka pembantaian di Gaza tak mungkin hilang dalam sekejap. Apalagi jika melihat fakta kondisi yang menimpa warga Palestina. Mengacu data Badan Statistik Palestina, sedikitnya 1.300 warga Gaza meregang nyawa, sebanyak 400 diantaranya anak-anak. Sekitar 5.300 orang lainnya luka-luka.

Selain itu, sekitar 5.000 bangunan rata dengan tanah, ribuan infrastruktur lainnya tak lagi dapat digunakan. Rinciannya, sekitar 1.600 bangunan rusak parah, 1.500 toko hancur, sebanyak 20 masjid dibombardir. Selanjutnya, 18 gedung sekolah luluh lantah, jembatan, pipa pembuangan sampah, termasuk saluran air rusak berat. Agresi biadab ini telah melumpuhkan sebanyak 14 persen dari total infrastruktur di Gaza.

Belum lagi adanya 80 persen air minum di bawah standar dan seluruh rumah sakit tak mampu lagi menampung ribuan korban luka. Apalagi, gudang tempat penyimpanan bantuan makanan dan pengobatan milik PBB turut menjadi korban kebiadaban Zionis. Sedikitnya dibutuhkan Rp 1,1 triliun dan waktu lima tahun untuk mengembalikan kondisi Gaza seperti semula. Rekonstrusi Gaza ini pun, masih terlalu prematur.

Bantuan dari negara Arab sebesar Rp 2 triliun lebih masih menyisakan polemik. Apakah bantuan itu akan diserahkan kepada pemerintahan Mahmoud Abbas atau dihibahkan kepada HAMAS yang menjadi penguasa dan memiliki otoritas penuh di Gaza. Kita berharap pemulihan ini dapat menjadi momentum manis bagi terciptanya persatuan antara HAMAS dan Fatah. Persatuan dan kebangkitan rakyat Palestina sangat dibutuhkan untuk melawan Zionis Israel.

Jika menengok ke belakang, siapa pun tentu sepakat. Kebiadaban zionis Israel ini di luar batas kemanusiaan. Salah satu buktinya, saat peristiwa pembantaian terhadap seorang balita warga Jabaliya (sebelah Utara Gaza), yang masih berusia empat tahun. Ia ditembaki di depan orangtua dan keluarganya.

Di saat keluarganya ingin mendekat dan menolong gadis cilik itu, peluru demi peluru zionis terus membabai buta. Akibatnya, keluarga yang lain turut meregang nyawa, menjemput ajal. Semoga mereka menjadi Syuhada.

Pembantaian tidak berhenti di situ. Balita yang terkulai itu sengaja dijadikan makanan anjing yang dibawa tentara Zionis. Tubuhnya robek, tercabik-cabik. Lima hari berikutnya, keluarga gadis berniat menguburkan jenazah gadis cilik tersebut. Namun, belum sempat mendekati jenazah, berondongan peluru terus dimuntahkan. Hingga kematian demi kematian tak mampu dihindari.

Kondisi serupa yang menimpa balita dan anak-anak Palestina diperkirakan juga terjadi di kawasan lain sekitar Gaza. Mereka tewas dalam kondisi mengenaskan. Bangunan yang luluh lantah, warga Palestina yang dibantai, maupun segala kondisi pascaperang diprediksi bakal lebih buruk ketimbang saat perang berkecamuk.

Kecaman demi kecaman dari PBB, tak mempengaruhi kondisi itu. Bahkan Israel sendiri telah mengabaikan sedikitnya 69 resolusi yang dikeluarkan PBB. Dunia marah. Tapi, Zionis tetap tak bergeming. Ironisnya, warga Israel sendiri justru menjadikan pembantaian itu sebagai ajang tontonan. Padahal rakyat Palestina berdarah. Darah mereka masih terus mengalir.

Warga Askhelon, Israel, justru senang menikmati bunyi dentuman bom demi bom yang menewaskan ribuan warga sipil Gaza, Palestina. Warga Israel menonton dengan tersenyum, tertawa, berpelukan antar lawan jenis seperti merayakan HARI BUKAN KEMANUSIAAN yang diprakarsai penjahat perang Ehud Olmert dan pendukung setianya.

Kendati telah begitu banyak pengorbanan yang dilakukan warga dan pejuang Palestina, datang kabar yang menyejukkan. Seperti dilansir Tv One yang merelay dari stasiun televisi Aljazera, melaporkan tokoh Al Qassam, salah satu sayap militer HAMAS, mengklaim serangan Israel tak memiliki pengaruh apa-apa untuk melumpuhkan kekuatan HAMAS.

Berkat pertolongan Allah perang selama tiga pekan lebih yang sangat tidak seimbang itu, hanya menewaskan 48 pejuang HAMAS. Selama itu pun, Israel lebih banyak menyerang warga sipil tak berdaya, rakyat tak bersenjata tanpa alasan logis, dan menyerang bangunan fasilitas umum tapi tak sanggup menurunkan kekuatan yang dimiliki HAMAS.

Tokoh Al Qassam sendiri berjanji akan meningkatkan kecanggihan teknologi persenjataannya untuk melindungi warga Palestina. Pada saat yang sama, warga Gaza tetap akan mempertahakan akidah dan tanah kelahirannya hingga titik darah penghabisan. Mereka mengaku tidak memiliki apa-apa, kecuali Allah. Dengan meyakini hal ini, mereka terus bersikap optimistis, seluruh sendi kehidupan akan kembali bangkit.

Bahkan, pasca gencatan senjata ribuan warga Palestina merayakan kemenangan di sembilan kota. Antara lain, di Jabaliya, Gaza, dan kota lain yang menjadi target serangan Israel. Sesuai dengan namanya, HAMAS; Harokah Mukowamah Islamiyah, semangat itu takkan pernah surut meski melawan makhluk bukan manusia, seperti zionis.

Melalui kesempatan ini, izinkan penulis untuk sekali lagi mencoba mengingatkan, aksi solidaritas Palestina di penjuru bumi tak pernah padam. Sebab saudara kita di Palestina berdarah. Jenazah balita ada yang tercabik-cabik. Darah mereka masih mengalir. Suara tangis belum berhenti, banyak yang mengais rejeki di puing reruntuhan bangunan.

Mari kita juga ikut membantu warga Palestina. Minimal dengan melantunkan doa bagi mereka setiap selesai shalat. Allahummansur ihwaninall muslimiina wal mujahidinaa fii Filistin. Wal mujahidinaa fii Filistin, wal mujahidinaa fii Filistin, wal mujahidinaa fii kulli maakan wa fii kulli zaman, amin. Hasbunallah wa’ni’mal wakil. Ni’mal maula wanni’man nashir.